Minggu, 08 Mei 2011

I Have a Dream-Isabelo Magalit


Aku Punya Sebuah Impian
( I Have A Dream )
Dr. Isabelo Magalit
Saya punya sebuah impian …
Saya memimpikan bahwa dari dunia mahasiswa bangsa ini akan muncul secara terus menerus pria dan wanita yang mengasihi Tuhan Yesus lebih dari apapun dan membenci dosa lebih dari apapun.
Pria dan wanita yang mengenal Allah mereka, yang menaruh perhatian pada zaman mereka sehingga dapat melayani Allah yang hidup dalam generasi mereka. Pertama-tama mereka harus mengenal Allah mereka. Mengenal-Nya bukan hanya dengan kepala mereka, tetapi juga dalam pengalaman hidup sehari-hari. Tahu dengan yakin bahwa Allah itu hidup dan bahwa DIA adalah Allah yang bertindak. Ia bukanlah berhala yang bisu atau produk sia-sia dari khayalan manusia. Ia adalah suatu pribadi yang begitu jelas bekerja dalam hidup mereka sehingga menjadi satu-satunya alasan yang cukup dapat menjelaskan mengapa mereka behitu berbeda dengan semua orang lain di dunia. Mereka berbeda sebab mereka mengenal Allah secara pribadi.
Orang-orang ini bukanlah pertapa-pertapa yang hidup selamanya di biara untuk merenungkan misteri-misteri Ilahi. Mereka adalah pria dan wanita sejati yang hidup di tengah kenyataan masa kini yang sulit dihadapi : kemiskinan, penderitaan, ketidakadilan. Dalam situasi hidup sehari-hari itulah, bukan dalam atmosfir religius, mereka mengalami realitas kehadiran Kristus dan dapat membagikannya kepada orang lain. Mereka dapat membagikan kabar baik tentang Kristus dalam bentuk yang bermakna bagi orang-orang sejamannya, dalam bentuk yang mudah dimengerti. Mereka mengenal Allah dan menaruh perhatian kepada zamannya, sehingga mereka terus menerus terkait dengan pelayanan pendamaian dua pihak yang bermusuhan : makhluk ciptaan yang berdosa dan mementingkan diri sendiri disatu pihak dan Allah yang kudus yang mengasihi mereka dipihak lain.
Sebagian dari mereka dalam impian saya, akan menjadi pendeta, mengisi mimbar-mimbar Injili terkenal dikota-kota besar. Ada bunyi ungkapan : Seperti pendetanya, seperti itu jugalah jemaatnya.Semangat gereja, sebagai umat Allah, ditentukan oleh kekuatan yang datang dari Firman yang diberitakan. Apakah kita mmberikan penekanan yang terlalu berlebihan pada pelayanan Firman? Dalam Kisah Para Rasul kita diberitahu bahwa Para Rasul dibebaskan dari pelayanan meja, supaya mereka dapat mengkhususkan diri pada pelayanan Firman. Tidak heran bahwa Lukas menggambarkan perkembangan dan pertumbuhan gereja mula-mula dengan kata-kata ini : “ Maka Firman Tuhan makin tersebar dan makin di dengar oleh banyak orang.” Kis 12: 24. Bila gereja-gereja ini menjadi menara kekuatan bagi masyarakat dan bangsa, maka dibutuhkan pengkhotbah-pengkhotbah Injili yang besar di mimbarnya. Perhatikan semangat All Souls Church di London, sebagian besar diturunkan oleh pelayan pendetanya, John Stott. Tapi pendeta-pendeta tersebut tidak hanya akan ada dikota-kota besar. Mereka juga ada ditempat-tempat terpencil, penduduknya tidak terlalu maju dan juga penghasilannya rendah. Tapi mereka juga sama butuhnya akan pelayanan Firman, dan mereka membentuk satu populasi yang besar. Bagaimana manusia yang punya kemampuan dimotivasi untuk tinggal dan bekerja didaerah terpencil? Ini salah satu bagian dari mimpi tersebut, bahwa orang-orang yang mengenal Kristus dan FirmanNya akan menganggap dirinya seperti tidak punya reputasi.
Baik untuk mimbar dikota besar maupun dikota kecil, pelayan-pelayan Firman perlu dilatih dengan baik. Jadi, saya memimpikan sekolah teologi terbaik dengan pengajar-pengajar terbaik yang setia kepada jiwa Injili. Jiwa Injili berarti bahwa Injil adalah yang pertama dan terutama, menjadi milik yang paling berharga. Ada kecenderungan untuk menceraikan nilai Ilmiah dengan jiwa Injili : Mereka yang tampak paling ilmiah dalam teologi tidak lagi percaya dalam Injil, dan mereka yang mengkhotbahkan Injil dengan sepenuh hati sering kali tampak mengabaikan ilmiah. Jadi, kita memiliki teolog-teolog yang tidak percaya kepada penginjil-penginjil yang tidak berpikir. Dikotomi ini adalah bidat. Rasul Paulus adalah penginjiil sekaligus teolog. Kita harus memulihkan keseimbanngan antara nilai ilmiah dan ibadah ini karena kita tidak dapat memelihara tradisi Injili tanpa berhati-hati dalam teologi.
Dari manakah akan datang profesor-profesor seminaris semacam itu? Dari manakah Calvin dan B.B.Warfield masa depan akan muncul? Mereka akan muncul dari antara anda sekalian dan generasi-generasi mahasiswa setelah anda.
Orang-orang terbaik dibutuhkan bukan hanya di mimbar dan di seminari, tetapi juga di universitas-universitas. Dari situlah munculnya para pemimpin bangsa kita dan itulah tempat dimana orang Kristen perlu mengambil bagian bila mereka betul-betul punya perhatian atas bangsa ini. Kita harus menanam orang-orang di dunia perguruan tinggi sebagai pemberita injil kepada mahasiswa, profesor, ketua jurusan, pengawas, rektor. Kita tidak sedang mengharapkan seluruh universitas dipertobatkan. Juga bukannya kita mengharapkan bahwa pendidikan akan membuat orang jadi Kristen.
Tidak ada jalan lain sampai kepada Allah selain melalui iman dan pertobatan. Akan tetapi kita percaya bahwa sekelompok kecil orang Kristen yang betul-betul ikut berperan dalam dunia perguruan tinggi akan menghasilkan dua hal: pertama, menginjili pada hari ini orang-orang yang akan menjadi pemimpin dimasa depan, kedua menolong memulihkan perguruan tinggi yang ideal-yaitu mempersiapkan prian dan wanita yang dapat berpikir untuk diri mereka sendiri, dan dapat memilih nilai-nilai hidup yang lebih tinggi, dan mau untuk menggunakan pendidikan mereka untuk melayani orang lain.
Dari dunia mahasiswa juga akan muncul orang-orang profesional –dokter, insinyur, ahli hukum, pelaku bisnis dan orang yang menangani mass media. Perhatikan dampaknya bila ada sedikit saja orang Kristen yang setia di Persekutuan dokter Filipina, mungkin akan ada pelayanan medis yang cukup bagi 60% bangsa kita yang saat ini tidak memperoleh pelayanan dokter sampai saat kematian mereka. Dan bila kelompok dokter tidak dapat merubah arah PMA dalam hal ini, sebagian besar dari mereka tetap harus pergi secara pribadi ke daerah-daerah terpencil, di klinik-klinik misi, di mana tidak ada orang lain dipersiapkan untuk pergi. Dalam kunjungannya baru-baru ini, Dr. Han Suyin menceritakan tentang seorang dokter Cina yang berumur 80 tahun yang secara sukarela mau pergi melayani ke propinsi yang paling jauh. Mengapa orang Kristen ingin yang lebih mudah? Saya gembira bahwa beberapa orang dokter kita mau melakukan hal itu. Tapi kita butuh lebih lagi.
Sekali lagi saya berpikir tentang pelaku bisnis. Betapa banyaknya yang dapat dilakukan seorang pelaku bisnis Kristen. Baru-baru ini saya mendapat kehormatan untuk memberikan ceramah pada pengurus Christian Businessmen di Manila. Kami mempelajari 1 Tim dan menemukan bahwa Allah memberikan segala sesuatu denga kelimpahan untuk kita nikmati. Sehingga tidak ada salahnya untuk menjadi kaya.
Tapi sikap sebenarnay dari seorang kaya terhadap kekayaannya ditujukan oleh seberapa yang ia berikan kepada orang lain dan seberapa yang ia gunakan untuk dirinya sendiri. Tidak ada salahnya untuk menghasilkan banyak uang, yang salah adalah menghabiskan untuk diri kita sendiri. Betapa kita membutuhkan pelaku bisnis Kristen.
Saya memimpimpikan juga bahwa ada orang-orang Kristen yang akan terjun dalam industri ferfilman. Pertama-tama mereka harus menghasilkan film-film penginjilan yang berkualitas sehingga dapat diputar di bioskop kelas atas. Tapi bukan hanya film penginjilan, juga film-film yang dapat meningkatkan nilai-nilai kehidupan masyarakat dan bangsa. Ini bukanlah impian kosong; Prof. Timothy Yu dari jurusan komunikasi Hong Kong Babtist College menyatakan bahwa mereka berusaha untuk mencapai dua hal sebagai tujuan: penginjilan dan peningkatan sosial-melalui infiltrasi dalam industri film di sana.
Kita tidak hanya butuh pembuat film tapi juga jurnalis. Kita memiliki sangat sedikit penulis yang dapat mengkomunikasikan kabar baik, dan sangat sedikit yang dapat menghasilkan literatur yang dapat membangun kehidupan orang percaya. Sementara kita bersyukur atas saudara-saudara kira dari Barat atas produk-produk berkualitas dari mereka, kita harus punya keinginan bahwa literatur terbaik untuk bangsa kita di tulis oleh bangsa kita sendiri. Kita tidak hanya butuh literatur untuk orang Kristen, tapi penulis-penulis Kristen untuk pers sekuler.
Mimpi saya mencakup juga lahirnya para politisi dan pembaharu sosial yang bertemu membahas Firlan Allah, mendiskusikan kebutuhan bangsa dan menyusun rencana untuk memenuhi kebutuhan tersebut melalui aksi sosial dan politik. Orang-orang ini meliputi hakim, gubernur, anggota kongres, industrialis, kepala daerah, dan pekerja sosial. Ini bukan idealisme kosong. Kita punya teladan yaitu Clapham Sect pada abad 19 di Inggris. Kita punya contoh William Wilberforce yang bersama dengan rekan-rekan sepemikirannya mengupayakan dihapuskannya perbudakan dan perdagangan budak. Perbaikan kondisi penjara dan menegakkan pendidikan dasar.
Akhirnya impian saya adalah melihat rumah tangga Kristen yang tidak terhitung banyaknya –sebagai tempat di mana kasih dan keadilan dibungkus dalam darah dan daging dalam kehidupan sehari-hari. Tempat di mana calon-calon warga negara di masa mendatang dididik, di mana orang Kristen muda dibesarkan dalam iman, sementara tetangga-tetangga menerima pemberitaan injil dari orang-orang Kristen yang sungguh-sungguh memperhatikan mereka. Betapa sering kita kurang menghargai peran rumah tangga Kristen. Dalam jaman kebebasan kaum wanita seperti sekarang, betapa mudahnya bahkan untuk wanita Kristen sekalipun menganggap mengatur rumah tangga adalah pekerjaan kelas dua, suatu bentuk perbudakan oleh kaum pria. Tapi coba pertimbangkan Susannah Wesley dan pengaruhnya terhadap kebangunan rohani oleh kelompok Methodist pada abad 18. Atau pertimbangkan berapa banyak hakim, rektor, gubernur dan profesional terkemuka lainnya muncul dari keluarga Jonathan Edwards. Dalam kedua kasus tersebut para ibu memegang peranan utama. Pendeta, teolog, profesor, profesional, penulis, politikus, keluarga Kristen –yang kesetiaan tertingginya adalah kepada Kristus dan Injilnya. Dengan orang-orang seperti ini dalam Gereja Tuhan, kita akan dapat mendukung dan mengirim misionaris ke Asia, ke dunia muslim, ke Afrika, ke Amerika Latin dan bahkan ke Barat yang mengalami era pasca kekritenan.
Dalam kongres penginjilan Singapura 2 tahun lalu, Petrus Oktavianus dari Indonesia menjejaki kegerakan misi dari Yerusalem ke Eropa ke Amerika. Kemudian ia mengatakan bahwa fokus berikutnya adalah Asia. Dari Asia akan muncul gelombang misionaris selanjutnya. Apakah Bpk. Octavianus hanya bermimpi? Saya ikut bermimpi dengannya.
Ini adalah satu visi yang besar. Apakah kita punya waktu? Saya tidak tahu. Komunis mungkin menguasai negeri ini sebelum kita betul-betul punya kesempatan. Atau mungkin Tuhan Yesus sudah datang besok atau bahkan nanti malam. Kita tahu, sehingga kita hidup hari ini, dan esok, dan 20 tahun lagi seolah-olah kita tidak memiliki waktu.
Dua puluh tahun? 1990. Paling tidak akan butuh waktu selama itu untuk melihat sebagian besar mimpi saya mulai menjadi kenyataan. Mungkin saya sudah tidak ada saat itu. Jadi maukah saya memberikan sisa hidup saya untuk impian ini? Tahun 1964 ketika lulus dari kedokteran saya berkata kepada Tuhan, ”ya... saya akan menghabiskan 2 atau 3 tahun di pelayanan mahasiswa”. Itu 7 tahun yang lalu. Sekarang saya sedang dipersiapkan untuk meninvestasikan seluruh waktu hidup saya kalau memang itu menyukakan hati Tuhan Yesus.